Senin, 05 Desember 2011

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

Untuk memastikan bahwa staf keperawatan melaksanakan tugasnya dengan baik, manajer keperawatan harus mampu memimpin, meminta, meyakinkan, mendesak dan membujuk stafnya untuk melakukan apa yang seharusnya dikerjakan, tidak bergantung kepada kapan meraka mau melakukannya tetapi pada kapan klien dan rekan kerja memerlukan bantuan mereka, tidak berdasarkan atas kesukaan mereka tetapi pada apa yang seharusnya dilakukan demi tercapainya tujuan asuhan keperawatan.

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada semua staf keperawatan untuk menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.

A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Beberapa ahli mengungkapkan pengertian kepemimpinan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan adalah kemampuan membuat seseorang mengerjakan apa yang tidak ingin mereka lakukan dan menyukainya (Truman, dikutip dari Gillies, 1996).

2. Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya (Sullivan dan Decleur, 1989).

3. Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan untuk mempengaruhi anggota kelompok bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan (Baily, Lancoster dan Lancoster, 1989)

4. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain yang didasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak-pihak tersebut (Gillies, 1996).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Kepemimpinan merupakan kemampuan mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi perilaku orang lain.

2. Kepemimpinan diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Kepemimpinan dapat berjalan bila ada perbedaan kekuasaan atau wewenang antara pemimpin dan anggota organisasi yang dipimpinnya.

B. TEORI KEPEMIMPINAN

1. Teori Bakat

Teori ini menyatakan bahwa seseorang dilahirkan dengan bakat pimpinan yang tidak dapat dipelajari. Kemampuan seorang pemimpin ditentukan oleh bakat, intelegensi, stabilitas emosi dan kebugaran fisik.

2. Teori Perilaku

Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.

A. Teori X

Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.

B. Teori Y

Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harsus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.

C. GAYA KEPEMIMPINAN

Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai penampilan atau karakteristik khusus dari suatu bentuk kepemimpinan (Follet, 1940; dikutip dari Gillies, 1996). Ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang telah dikenal yaitu: otokratis, demokratis, partisipatif dan laissez faire (Gillies, 1996).

1. Gaya Kepemimpinan Otokratis:

Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis:

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi. Pemimpin yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama.

3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif:

Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan tindakan pemecahannya kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan. Dengan mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.

4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire:

Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya “membiarkan” bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan yang menurut mereka tepat.

Selanjutnya dapat dikemukan bahwa keempat gaya kepemimpinan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Setiap gaya kepemimpinan bisa efektif dalam situasi tertentu tetapi tidak efektif dalam situasi lainya (Tannenbaum dan Schmit, 1973; dikutif dari Gillies, 1996). Faktor yang menetukan efektifitas gaya kepemimpinan secara situasional meliputi: kesulitan atau kompleksitas tugas yang diberikan, waktu yang tersedia untuk menyelesaikan tugas, ukuran unit organisasi, pola komunikasi dalam organisasi, latar belakang pendidikan dan pengalaman pegawai, kebutuhan pegawai dan kepribadian pemimpin (Gillies, 1996).

D. PEMIMPIN YANG EFEKTIF

Tidak ada gaya atau karakteristik kepemimpinan yang dapat dikatakan efektif tanpa mempertimbangkan situasi kultural, situasi kerja dan kebutuhan pekerja yang terus-menerus berubah dari waktu ke waktu. Karakteristik kepemimpinan yang efektif dikemukan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

1. Fiedler (1977), dikutif dari Gillies (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat berjalan efektif bila:

1) Kepemimpinan berganti dari satu orang ke orang lain dan berganti dari satu gaya ke gaya lainnya seiring dengan terjadinya perubahan situasi kerja.

2) Pemimpin sebaiknya berasal dari anggota kelompok kerja, mengenal situasi kerja dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibanding anggota kelompok kerja lainnya.

2. Bennis menyatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:

1) Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia.

2) Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.

3) Mempunyai kempuan menjalin hubungan antar manusia.

4) Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.

3. Swanburg (1990) menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:

1) Intelegensi (pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara)

2) Kepribadian (mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik, keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain).

3) Kemapuan (bekerjasama, hubungan antar manusia dan partisipasi sosial).

E. HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN

Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kepemimpinan dapat dijalankan hanya bila pada diri pemimpin terdapat kekuasaan karena jabatan yang diembannya dan penerimaan atau pengakuan bawahan atas perannya sebagai pemimpin (Gillies, 1996).

Kekuasaan seorang pemimpin dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Reward power atau kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan baik berupa insentif material, memenuhi permintaan rotasi tugas atau kesempatan untuk mengikuti program pengembangan staf.

2. Coecieve power atau kekuasaan untuk menerapkan perintah atau hukuman secara paksa kepada bawahan berupa penurunan atau penundaan kenaikan pangkat, skorsing maupun pemecatan.

3. Referent power merupakan kemampuanan untuk menjadi panutan bawahan sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan upaya bawahan untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan pemimpinnya.

4. Expert power merupakan kemampuan untuk meyakinkan, membimbing dan mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin.
Ruang lingkup atau batasan kekuasaan yang secara tegas ditentukan dalam jabatan tertentu dapat disebut wewenang.

F. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron (1981), kegiatan tersebut meliputi :

1. Perencanaan dan Pengorganisasian

Pekerjaan dalam suatu ruangan hendaknya direncakan dan diorganisasikan. Semua kegiatan dikoordinasikan sehingga dapat dikerjakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Sebagai seorang kepala ruangan perlu membuat suatu perencanaan kegiatan di ruangan.

2. Membuat Penugasan dan Memberi Penghargaan

Setelah membuat penugasan, perlu diberikan pengarahan kepada para perawat tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan secara singkat dan jelas. Dalam memberi pengarahan, seorang pemimpin harus mampu membaut seseorang memahami apa yang diarahkan dan juga mempunyai tanggung jawab untuk melihat apakah pekerjaan tersebut dikerjakan dengan benar. Untuk ini diperlukan kemampuan dalam hubungan antar manusia dan teknik-teknik keperawatan.

3. Pemberian bimbingan

Bimbingan merupakan unsur yang poenting dalam keperawatan. Bimbingan berarti menunjukkan cara menggunakan berbagai metoda mengajar dan konseling. Bimbingan yang diberikan meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam keperawatan. Hal ini akan membantu bawahan dalam melakukan tugas mereka sehingga dapat memberikan kepuasan bagi perawat dan klien.

4. Medorong Kerjasama dan Partisipasi

Kerjasama diantara perawat perlu ditingkatkan dalam melaksanakan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mennyadari bahwa bawahan bekerjasama dengan pemimpin bukan untuk atau dibawah pimpinan. Kerjasama dapat ditingakatkan melalui suasana demokrasi dimana setiap individu/perawat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka mendapat pujian serta kritik yang membangun. Bawahan perlu mengetahui bahwa pemimpin mempercayai kemampuan mereka. Hubungan antar manusia yanng baik dapat meningkatkan kerjasama. Disamping itu setiap individu dalam kelompok diusahakan untuk berpartisipasi. Hal ini akan membuat setiap perawat merasa dihargai termasuk bagi mereka yang sering menarik diri atau yang pasif. Partisipasi setiap perawat dapat berbeda-beda, tergantung kemampuan mereka.

5. Kegiatan Koordinasi

Pengkoordinasian kegiatan dalam suatu ruangan merupakan bagian yang penting dalam kepemimpinan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mengusahakan agar setiap perawat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu ruangan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melaporkan kepada atasan langsung tentang pencapaian kerja bawahan. Agar dapat melakukan koordinasi dengan efektif, diperlukan suatu perencanaan yang baik dan penggunaan kemampuan setiap individu dan sumber-sumber yang ada.

6. Evaluasi Hasil Penampilan Kerja

Evaluasi hasil penampilan kerja dilakukan melalui pengamatan terhadap staf dan pekereaan mereka. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekurangan dan kelebihan staf sehingga dapat mendorong mereka mempertahankan pekerjaan yang baik dan memperbaiki kekuranngan yanng ada. Agar seorang pemimpin dapat menganalisa perawat lain secara efektif, ia juga harus dapat menilai diri sendiri sebagai seorang perawat dan seorang pemimpin secara jujur.

Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang kepala ruangan dapat melakukan tanggungjawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan, kepala ruangan sebagai seorang pemimpin bertanggungjawab dalam :

a. Membantu perawat lain mencapai tujuan yang ditentukan

b. Mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatan

c. Tanggungjawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan

d. Pelaksanaan keperawatan berdasarkan standar

e. Penyelesaian pekerjaan dengan benar

f. Pencapaian tujuan keperawatan

g. Kesejahteraan bawahan

h. Memotivasi bawahan

DAFTAR PUSTAKA

www.asuhankeperawatan.com

www.pdpersi.co.id

www.organisasi.org

www.wikipedia.com

PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian adalah Tahap awal dari proskep.

Proses sistematis dalam pengumpulan data dasar utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan

Pengkajian

• Lengkap

• Akurat

• Sesuai dengan kenyataan

• Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan Dx.Kep.

Prinsip pelaksanaan dalam pengkajian :

Ø Pengkajian dilaksanakan 1 x 24 Jam

Ø Kelengkapan dalam proses pelaksanaan pengkajian.

* Identitas pasien harus diisi lengkap

* Mengkaji pasien yang lebih diutamakan adalah pengkajian yang isesuaikan dengan Dx. Medis ( Persistem ).

Contoh disesuaikan dengan diagnosa medis

1. Dyspepsi: Sistem pencernaan

2. Gangguan Pernapasan: Sistem respiratori

3. Gangguan Otot dan Tulang: Sistem Muskuloskeletal

4. Gangguan Mobilitas: Ekstremitas

5. Gangguan integritas: Sistem integumen

Contoh disesuaikan dengan bagian spesialisnya

1. THT : Sistem penghidu,pendengaran,telinga.

2. Urologi : Sistem urologi

Data dasar

1. Sumber data diceklis dan diberi keterangan bila data didapat dari orang lain/bukan klien

2. Keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan klien saat dikaji, data berupa data subjektif

3. Riwayat penyakit sekarang adalah alasan klien masuk RS sekarang.

4. contoh : Sejak hari…. Klien mengeluh…..,…,dst.

Pemeriksaan fisik

1. TTV : wajib diisi dan diceklis sesuai dengan keterangan yang ada dibawahnya (ex. Suhu 37oC – diambil secara axila)

2. Sistem respiratory : sesuai data yang didapat

3. Sistem kardiovaskuler : sesuai data yang didapat

4. Sistem integumen : Pada klien dengan luka sertakan keterangan tentang luka seperti lokasi, grade, eksudat, bau

5. Sistem neurologi :pada sisitem neurologis sertakan hasil SKG dari kesadaran, dikaji keadaan umum dan kelainan yang didapat

6. Sistem muskuloskeletal : diisi pada klien dengan gangguan muskuloskeletal atau pasien ortopedi

7. Sistem sensorik :

a. penglihatan : diisi sesuai data yang didapat

b. Pendengaran : wajib diisi untuk klien THT

c. Penghidu : Wajib diisi untuk klien THT

d. Pengecapan : diisi sesuai data yang didapat

e. Leher : diisi sesuai data yang didapat

8. Abdomen : diisi sesuai data yang didapat

9. Sistem Reproduksi : diisi sesuai data yang didapat


Kebutuha Dasar

1. BB dan TB harus diisi

2. Nutrisi : Diisi dengan data sebelum klien di RS (sebagai perbandingan)

3. Eliminasi : sesuai pola dan kelainan yang didapat

4. Pola Aktivitas dan istirahat : berdasarkan kuantitas dan kualitas

5. Pola merawat diri : dinilai dari ketergantungannya

6. Pola kebiasaan : dinilai dari kebiasaan sehari-hari

Data Psikososial

Data Spiritual

Data Penunjang

Diagnosa

v Antara masalah dan etiologi disesuaikan dengan diagnosa dokter;

Contoh : Hipertermi b.d Viremia à untuk panas yang disebabkan oleh virus

v Kriteria waktu tiap diagnosa diperlukan penelitian dari masing – masing ruangan.

v Jika ada diagnosa yang berubah dari risti menjadi aktual atau sebaliknya maka diagnosa, kritteria dan renpra tersebut dapat dimodifikasi.

v Jika massalah sudah teratasi ditulis stop pada kolo yang telah disediakan.

Catatan keperawatan

v Standar Penulisan Caper

1. Sesuai dengan rencana tindakan yang diceklis

2. Rutinitas tidak usah ditulis

3. Dokumentasi tidak boleh ditip-x

v Intrksi dari dokter tiddak usah ditulis lagi

v BLPL bisa ditulis dicaper

v Perkembangan pasen gawat harus dicatat.

v Transfusi boleh dicatat

SOAP

v Ditulis sesuai dengan diagnosa keperawatan

v Untuk analissa berorientasi pada HYD, tidak lagi memakai “ masalah teratasi sebagian”

PROSES KEPERAWATAN

Adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu kelompok dan masyarakat yang berfokus pada identifikasi dari pemecahan masalah dari respon pasien terhadap penyakitnya. Proses keperawatan digunakan untuk membantu perawat melakukan praktik keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan

MANFAAT PROSES KEPERAWATAN

· Perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan dan membantu mengembangkannya melalui hubungan profesional

· Memberikan kepuasan bagi pasien dan perawat

· Memberikan kerangka kerja bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

· Membuat perawat mawas diri dalam keahlian dan kemampuan merawat pasien

LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN

Dalam proses keperawatan ada lima tahap, dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan, dan saling berhubungan. Yang secara bersama sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulang kembali kontak dengan pasien

1. Pengkajian

2. Diagnosa keperawatan

3. Perencanaan

4. Pelaksanaan

5. Evaluasi

PENGKAJIAN

· Mengumpulkan data secara sistematis

· Memilah dan mengatur data yang dikumpulkan

· Mendokumentasikan data dalam format

Pengkajian harus menggambarkan 2 hal:

1. Status kesehatan pasien

2. Kekuatan pasien dan masalah kesehatan yang dialami (aktual atau resiko/potensial)

KLASIFIKASI DATA

1. Data subjektif: merupakan ungkapan atau persepsi yang dikemukakan oleh pasien

2. Data objektif: merupakan data yang didapat dari hasil observasi, pengukuran, dan pemeriksaan fisik

PENGELOMPOKAN DATA

· Berdasarkan sistem tubuh

· Berdasarkan kebutuhan dasar (maslow)

· Berdasarkan teori keperawatan

· Berdasarkan pola kesehatan fungsional

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya

(Carpenito, 1983)

TUJUAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

· Memberikan bahasa yang umum bagi perawat sehingga jalinan informasi dalam persamaan persepsi dapat terjadi

· Meningkatkan identifikasi tujuan yang tepat sehingga pemilihan intervensi lebih akurat dan menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi

· Menciptakan standart praktik keperawatan

· Memberikan dasar peningkatan kualitas pelayanan keperawatan

DIAGNOSA DILIHAT DARI STATUS KESEHATAN PASIEN

· Aktual:Menggambarkan penilaian klinik yang harus divalidasi perawat karena adanya batasan karakteristik mayor

Ex: Ketidak efektifan jalan nafas b.d akumulasi sekret/slem

· Potensial: Menggambarkan kondisi pasien kearah yang lebih positif (kekuatan pasien)

Ex: Peningkatan status kesehatan pasien b.d intake nutrisi yang adekuat, pasien kooperatif

· Risiko: Menggambarkan kondisi klinis individu lebih rentan mengalami masalah.

Ex: Risiko infeksi b.d efek pembedahan

· Kemungkinan: Menggambarkan kondisi klinis individu yang memerlukan data tambahan sebagai faktor pendukung yang lebih akurat

Ex: Kemungkinan gangguang body image yang b.d operasi apendiks.

PERENCANAAN

1. Menentukan prioritas masalah

– Berdasarkan Hirearki Maslow yaitu, fisiologis, keamanan/keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri

– Berdasarkan Griffith-Kenney Christensen dengan urutan:

• Ancaman kehidupan dan kesehatan

• Sumber daya dan dana yang tersedia

• Peran serta klien

• Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan

2. Menentukan Tujuan

Dalam menentukan tujuan digambarkan kondisi yang diharapkan disertai jangka waktu

3. Menentukan Kriteria Hasil

– Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu mis: Pasien dapat menghabiskan 1 porsi makanan selama 3 hari post operasi

– Bersifat realistik artinya dalam menentukan tujuan harus dipertimbangkan faktor fisiologis/patologis penyakit yang dialami dan sumber yang tersedia serta waktu pencapaian

– Dapat diukur

– Mempertimbangkan keadaan dan keinginan pasien

4. Merumuskan intervensi dan aktifitas perawatan

IMPLEMENTASI

· Tindakan mandiri

Adalah aktifitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.

· Tindakan kolaborasi

Adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

BENTUK IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

1. Bentuk perawatan, pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada

2. Pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah pengetahuan tentang kesehatan

3. Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien

4. Konsultasi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya sebagai bentuk perawatan holistik

5. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah kesehatan

6. Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri

EVALUASI

Tujuan: Untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan feedback terhadap asuhan keperawatan yang diberikan

Langkah-langkah Evaluasi

1. Daftar tujuan-tujuan pasien

2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu

3. Bandingkan antara tujuan dan kemampuan pasien

4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak

Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi

E K G

Pemasangan elektroda

Merah = lengan kanan

Kuning = lengan kiri

Hijau = tungkai kanan

Hitam = tungkai kiri

PEMBACAAN HASIL EKG

0 kotak kecil = 0,04 detik

laju QRS frekuensi 60 – 100 x mnt, kurang dari 60= bradikardi,

lebih dari 60 = takikardi

GELOMBANG NORMAL

P = Tegak (+), di I,II, Av1, V2-6 dan terbalik di Av1, mungkin terbalik di III, Av1,v1

Q = q kecil di I, II, AVF, V4-6, durasi 0,03 detik tinggi ¼ R,ukuran bervariasi di AVR

= Q besar dengan durasi 0,4 detik di III, abnormal di AVF dan III ( harus diagnosa), Q besar di AVL normal

QS = Semua negative kecuali di V1-2

R = Terbesar di I, V4-6

S = S dominant di V1-3, keciol dan progresif di V3-6,S mungkin ditemukan di I,II

T = Tegak di I,II, AVF, V2-6 terbalik di AVR, mungkin terbalik di III, AVL,V1

U = Tidak terlihat, sering terlihat terbalik di V2-4

GELOMBANG EKG PATOLOGI

· HYPERTROPI ATRIUM KIRI = P lebar, tegak dan bertakik di V4-6

· HYPERTROPI ATRIUM KANAN = P tinggi > 2,5 mm, runcing di II,III, AVF

· HYPERTROPI VENTRIKEL KIRI = R(I) dan S(III) . 2,6 mm, R pada AVL > 11 mm, R pada V1-5 > 52,6 mm, S pada V1+R pada V5 atau V6>3,5 mm, depresi ST, inverse 1, interval QRS antara 0,1 – 0,12

· HYPERTROPI VENTRIKEL KANAN = R tinggi di V1 > 5 mm,R:s pada V1>1mm, depresi ST, T terbalik pasa V1-3

· ISKEMIA MIOKARD = depresi ST . 1mm, horizontal dan menurun

· INFARK MIOKARD = elevasi ST > 1mm, T besar dan tegak lurus, setelah 1-3 hari T terbalik dan timbul Q yang abnormal yang menandakan infark transient, durasi Q <0,04>

Anterior kealinan di sandapan V2-4

Inferior kealinan di AVF

Lateral kelainan pada I, V6

Posterior kelainan jika R yang tinggi, T tegak pada V1-2

· PERIKARIDTIS = elevasi ST di semua sadapan kecuali AVR,AVL,V1,V2 dan T terbalik

· HIPERKALEMIA = T tinggi ramping dan runcing, P hilang, QRS melebar, takikardi ventrikel

· HYPOKALEMIA = depresi ST, T rendah, U besar di V2-4, U:T rasio > 1,0 mm

· HYPERKALSEMIA = interval Q-T memendek, T terdapat pada akhir QRS

· HYPOKALSEMIA = ST,QT memanjang

Petunjuk Pemasangan EKG


Sabtu, 03 Desember 2011

TRAUMA MATA


A.  Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:
1.    Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara.
2.    Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler.
3.    Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4.    Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.
5.    Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.
6.    Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.
7.    Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).

B.  Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
1.    Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.
2.    Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.


3.    Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol
4.    Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a.    Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b.    Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:
a.    Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
b.    Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.
5.    Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6.    Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan  di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7.    Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.
8.    Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
9.    Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.


10.    Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
11.    Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12.    Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.

Pengkajian dasar
1.    Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
2.    Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3.    Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
4.    Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5.    Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6.    Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1.    Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a.    Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b.    Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c.    Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d.   Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e.    Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2.    Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a.    Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b.    Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c.    Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d.   Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e.    Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f.     Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3.    Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a.    Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b.    Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c.    Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”,  “buang ingus”, bersin atau merokok.
d.   Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e.    Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Junadi, Purnawan,  1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC.

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

ASUHAN KEPERAWATAN RETINOBLASTOMA


LAPORAN PENDAHULUAN

1.         Pengertian
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang disebut ora serata.

2.         Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah, bila ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain :
a.         Anatomi dan Fisiologi
Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1.         Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus)
2.         Alat penunjang (adnexa)
3.         Rongga orbita (cavum orbitae)
a)         Bola mata, terdiri dari 3 lapisan :
(1)      Sklera.
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147).
(2)      Khoroid.
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000 :201).
(3)      Retina.
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis sel epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan retina ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula. Retina normal bersifat bening dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada pemeriksaan oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan lampu terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah lateral papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya bergeser sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula akson sel-sel reseptor miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal yang terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat pada permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima cabang-cabang arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah satu-satunya pemasok darah ke fovea sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting dari retina, maka apabila retina di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi kerusakan  fovea untuk selama-lamanya (Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
b)        Alat Penunjang (Adnexa)
(1)      Kelopak mata (palpebra)
Merupakan lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi mata. Merupakan kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah mengalami pembengkakan hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 69).
(2)      Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Aparatus lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar lakrimalis, duktus lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis (John Gibson, MD, 1995 : 250).
(3)      Otot-otot penggerak rongga mata (Muskulus okuli)
Merupakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas. Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146).
c)         Rongga Orbita
Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding yang puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk sudut 45 derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding lateral tersebut. Bentuk orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai batangnya (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 265).
b.         Patofisiologi
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 205).
    Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis  letaknya di pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas (Robert Youngson, 1985 : 120).
    Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian penglihatan yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).

c.         Penatalaksanaan (Terapi)
Pengobatan pada ablasio retina adalah dengan tindakan pembedahan atau operasi. Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi pertautan kembali secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.
Opersi ablasio retina tersebut antara lain :
1)        Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang menempel pada retina.
2)        Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih menutup sclera.
3)        Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
4)        Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
5)        Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.

3.         Dampak Masalah
Gangguan penglihatan merupakan masalah utama yang muncul pada pasien dengan ablasio retina. Adanya gangguan ini secara langsung dapat menimbulkan berbagai masalah pada pola hidup pasien sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang holistik. Berbagai masalah yang muncul, antara lain :
a.         Bagi Individu
1)        Pola aktifitas dan pergerakan tubuh
Pasien ablasio retina post operasi harus banyak beristirahat dan mengurangi aktifitas yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.
2)        Pola kognitif dan sensori
Adanya gangguan sensori persepsi visual dapat menimbulkan keluhan kesukaran untuk membaca, melihat, dan lain sebagainya pada diri pasien.
3)        Pola penanggulangan stress
Emosi dan kondisi psikis pasien ablasio retina akan menjadi labil. Pada pasien akan muncul rasa cemas dan kekhawatiran akan kehilangan penglihatannya.
4)      Pola persepsi diri
Kecemasan dapat timbul pada pasien ablasio retina, juga dapat muncul rasa khawatir dan takut akibat penurunan tajam penglihatannya.
5)      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dengan keadaannya, maka pada pasien ablasio retina dapat timbul perubahan tentang penatalaksanaan kesehatannya sehingga dapat menimbulkan masalah dalam merawat diri sendiri.
6)      Pola hubungan inter personal
Dengan kondisi kesehatannya, maka dapat timbul isolasi sosial pada diri pasien.

7)      Pola tidur dan istirahat
Dengan kondisi psikis yang labil maka pasien dapat mengalami gangguan pola tidur dan istirahat.
b.         Bagi keluarga
Dengan sakitnya salah satu anggota keluarga, maka akan mempengaruhi kondisi psikologis seluruh anggota keluarga.
Biaya pengobatan yang mahal, perilaku pasien yang sulit untuk bekerjasama, kurangnya pengetahuan anggota keluarga yang lain dalam merawat pasien juga merupakan masalah tersendiri bagi keluarga.

B.       Asuhan Keperawatan
Suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Lismidar,1990).
Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a.         Pengumpulan data
1)        Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2)        Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3)        Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4)        Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi.
5)        Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6)        Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
(a)      Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
(b)      Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
(c)      Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(d)     Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(e)      Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.
(f)       Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.
(g)      Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul pada pasien.

7)        Pemeriksaan
a)         Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b)        Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
(2)      Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
(3)      Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
(4)      Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
(5)      Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
(6)      Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
(1)      Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
(2)      Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
(1)      Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
(2)      Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.

b.      Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien.

c.         Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan sebagai berikut :
1)        Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
2)        Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3)        Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
4)        Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5)        Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
6)        Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.

Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.

Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa kenyamanan pasien.
Kriteria Hasil
(1)      Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
(2)      Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan
(1)      Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
(2)      Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang optimal.
(3)      Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
Rasional
(1)Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan pasien.
(2)Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
(3)Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.

Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
Kriteria Hasil
(1)      Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak, panas.
(2)       Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan
(1)      Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
(2)      Kaji status nutrisi pasien.
(3)      Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk  melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
(4)       Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
(5)      Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
(6)      Rawat luka setiap hari.
(7)      Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
Rasional
(1)      Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
(2)      Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses penyembuhan pasien .
(3)      Untuk mencegah kontaminasi.
(4)      Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
(5)      Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
(6)      Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
(7)      Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.

Diagnosis Keperawatan Ketiga
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan kondisinya.
Rencana Tindakan
(1)      Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
(2)      Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.
Rasional
(1)      Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
(2)      Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.

Diagnosis Keperawatan Keempat
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil
(1)      Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
(2)      Pasien tidak tampak murung.
(3)      Pasien dapat tidur dengan tenang.
Rencana Tindakan
(1)      Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
(2)      Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
Rasional
(5)      Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi pasien.
(6)      Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.

Diagnosis Keperawatan Kelima
Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
Kriteria Hasil
(1)      Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah penerimaan.
(2)      Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
Rencana Tindakan
(1)      Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
(2)      Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
(3)      Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
(4)      Dorong kemandirian yang ditoleransi.
Rasional
2)        Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang menaruh perhatian pada pasien.
3)        Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
4)        Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
5)        Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.

Diagnosis Keperawatan Keenam
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
Kriteria Hasil
(1)      Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
(2)      Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
Rencana Tindakan
(1)      Periksa adanya perlukaan.
(2)      Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
(3)      Hindari ketegangan pada pasien.
Rasional
(1)      Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
(2)      Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
(3)      Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.

Pelaksanaan
Tahap perencaan ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata kepada pasien yang merupakan perwujudan dari segala tindakan yang telah direncanakan pada tahap perencanaan.

Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a.          Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa nyaman.
b.         Tidak terjadi infeksi.
c.          Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d.         Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e.          Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f.          Tidak terjadi pencederaan diri.
g.